Senin, 19 Maret 2012

Perspektif Perubahan Sosial di Pedesaan


PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL DI PEDESAAN
A.    Pengantar
Masyarakat desa sering kali dipahami dalam keterkaitannya dengan kegiatan pertanian. Akan tetapi hal tersebut tidak cukup memadai, sebab kita juga harus mengaitkannya dengan konteks perubahan dan perkembangan dunia karena desa juga merupakan bagian integral dari kehidupan dunia. Agar mampu memahami desa dengan segala dinamikanya maka dibutuhkan teori atau perspektif (wawasan) sebagai kerangka berpikir. Dalam hal ini desa setidak-tidaknya dapat dijelaskan dari teori-teori tentang perubahan dan perkembangan sosial masyarakat.
Teori yang dapat dipakai untuk menjelaskan fenomena desa adalah teori dari ilmu-ilmu sosial termasuk di dalamnya teori sosiologi. Teori sosiologi yang digunakan adalah yang mengacu pada teori evolusi sosial dari Herbert Spencer, yang merupakan turunan dari teori evolusi biologi Charles Darwin. Teori evolusi sosial ini berusaha menjelaskan fenomena desa sebagai proses perubahan dan perkembangan masyarakat dari yang masih bersahaja menuju masyarakat yang kompleks.
Ternyata teori evolusi sosial yang bersifat umum tersebut tidak cukup memadai untuk dapat menjelaskan fenomena masyarakat desa secara lebih komprehensif, sehingga diperlukan teori-teori yang sifatnya lebih khusus. Teori-teori ini mencoba menjelaskan perkembangan masyarakat lewat tahap-tahap tertentu. Teori-teori khusus ini merupakan model dikotomi dan trikotomi yang membagi masyarakat menjadi pilah dua maupun pilah tiga. Teori-teori ini termasuk ke dalam kubu teori modernisme.
Terdapat kubu teori lain yang berlawanan dari kubu teori modernisme yaitu kubu teori dependensi. Kalau teori modernisasi berpendapat bahwa semua masyarakat akan berubah dan berkembang menjadi modern, maka teori dependensi berpendapat bahwa kapitalisme modern menyebabkan masyarakat pinggiran menjadi tergantung pada negara-negara maju sehingga mengalami keterbelakangan.
Mengingat bahwa pada kenyataannya terdapat dominasi dari sistem kapitalisme modern, penyebarluasan teknologi modern dan komunikasi informasi maka dalam menggunakan kedua kubu teori tersebut sebaiknya juga harus memperhatikan pendapat Howard Newby. H. Newby berpendapat bahwa studi mengenai masyarakat desa saat ini hendaknya memfokuskan perhatian pada proses penyesuaian masyarakat desa terhadap merasuknya sistem kapitalisme modern.
B.     Ruang Lingkup Kajian Perubahan Sosial di Pedesaan
Perubahan sosial adalah suatu proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan dapat terjadi pada level individual, di mana seseorang bertindak untuk memutuskan menerima atau menolak inovasi. Perubahan pada level ini disebut dengan bermacam-macam nama, antara lain difusi, adopsi, modernisasi, akulturasi, belajar atau sosialisasi. Di sini kami menggunakan istilah perubahan mikro. Perubahan terjadi juga pada level sistem sosial. Ada berbagai istilah yang dipakai untuk perubahan macam ini, misalnya pembangunan, internalisasi, integrasi, atau adaptasi. Di sini kami pergunakan istilah perubahan makro. Meski selalu saja ada perdebatan, mana yang lebih dahulu yang mempengaruhi, perubahan mikro atau makro. Seperti debat kusir tentang mana yang lebih dulu, telur atau ayam.
Untuk melihat perubahan dalam individu, dibutuhkan keahlian psikologi. Namun secara garis besar, individu menyusun perilaku berdasarkan sensani (penginderaan), Persepsi, Memori dan Berpikir (Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Remaja Karya, 1988). Dengan mengetahui mekanisme kerja itu, perubahan perilaku pada taraf individu dapat diukur. Dengan memahami mekanisme itu pula, perubahan perilaku pada level individu dapat didorong. Sedangkan cara untuk memahami perubahan pada level sosial adalah dengan memahami sistem sosial itu sendiri.
C.    Keputusan Atas Perubahan
Namun pada intinya, perubahan sosial adalah sebuah kondisi ketika sebagian atau seluruh anggota kelompok memutuskan untuk menerima dan menggunakan ide atau gagasan atau teknik baru (inovasi) yang datang dari dalam maupun luar kelompok. Sejumlah ahli menyebutnya proses keputusan inovasi yang terdiri dari beberapa tipe keputusan inovasi, yaitu:
1.      Keputusan otoritas, yaitu keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan.
2.      Keputusan individual, yaitu keputusan dimana individu yang bersangkutan ambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual ini ada dua macam, yaitu:
a.      Keputusan opsional, yakni keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan yang diambil oleh anggota sistem.
b.      Keputusan kolektif, yakni keputusan yang dibuat oleh individu-individu yang ada dalam sistem sosial melalui konsensus.
c.       keputusan kontingen, yakni pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Misalnya keputusan untuk mengadopsi metode mengajar baru dapat dilakukan setelah ada keputusan kolektif. Tetapi keputusan kontingen itu bisa merupakan kombinasi dari dua atau lebih keputusan inovasi.
Sejak lama para ahli mengetahui, keputusan seseorang untuk menerima atau menolak inovasi bukanlah tindakan yang sekali jadi, melainkan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu. Pandangan tradisional mengenai proses keputusan inovasi, disebut “proses adopsi”, yang dikemukakan ahli-ahli sosiologi pedesaan, terbagi dalam lima tahap:
  1. Tahap kesadaran, di mana seseorang mengetahui adanya ide-ide baru tetapi kekurangan informasi mengenai hal itu.
  2. Tahap menaruh minat, di mana seseorang mulai menaruh minat terhadap inovasi dan mulai mencari informasi lebih banyak mengenai inovasi itu.
  3. Tahap penilaian, di mana seseorang mengadakan penilaian terhadap ide baru itu dihubungkan dengan situasi dirinya sendiri saat ini dan masa mendatang dan menentukan mencobanya atau tidak.
  4. Tahap pencobaan, di mana seseorang menerapkan ide-ide baru itu dalam skala kecil untuk menentukan kegunaannya, apakah sesuai dengan situasi dirinya.
  5. Tahap penerimaan (adopsi), di mana seseorang menggunakan ide baru itu secara tetap dalam skala yang luas.
Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :
a). Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota  yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan
b)     Sebab-sebab Urbanisasi
1.)    Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push factors)
2.)    Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)
·         Hal – hal yang termasuk push factor antara lain :
a.      Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b.      Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c.       Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d.     Di desa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e.      Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
·         Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
a.      Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa di kota  banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b.      Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c.       Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d.     Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e.      Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar