PILAR-PILAR KEMISKINAN DI PEDESAAN
Studi pada Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Buton Utara[1]
Abstrak: Kemiskinan pedesaan dewasa ini telah menjadi isu sentral dalam setiap
perencanaan pembangunan daerah. Hal ini didasarkan pada kondisi kemiskinan yang
telah mengkanker pada masyarakat pedesaan khususnya di Kabupaten Buton Utara.
Karena itu perlu dilakukan pengkajian secara ilmiah untuk menemukan berbagai
faktor penyebabnya. Untuk memberikan gambaran tentang pilar-pilar kemiskinan
pada rumah tangga miskin di Kabupaten Buton Utara digunakan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan
analisis secara interpretatif, komprehensif, holistik, dan mendalam. Hasil
penelitian ditemukan dua pilar utama sebagai faktor penyebab kemiskinan
pedesaan, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
dimaksudkan yaitu penyebab kemiskinan yang berasal dari Rumah Tangga Miskin itu
sendiri yang meliputi empat faktor, yakni keterbatasan pengetahuan,
keterbatasan modal usaha, kurang potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki,
dan pola hidup konsumtif. Sedangkan faktor eksternal yang dimaksudkan yaitu
faktor atau penyebab kemiskinan bukan berasal dari dalam diri rumah tangga miskin,
melainkan berasal dari luar yang tidak mampu diintervensinya, atau sebuah
kondisi pemiskinan di luar kendali rumah tangga miskin yang meliputi dua faktor
yakni kurangnya perhatian pemerintah dan ketergantungan pada alam.
Kata Kunci: Kemiskinan, Rumah Tangga, Masyarakat Pedesaan.
A.
Pendahuluan
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia
dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain
bersifat laten dan aktual, kemiskinan dipandang sebagai penyakit sosial
ekonomi yang paling banyak dialami oleh negara berkembang. Meskipun kebanyakan negara berkembang telah berhasil melaksanakan
pembangunan ekonomi melalui peningkatan pertumbuhan produksi, pendapatan nasional, dan
perkembangan teknologi, namun di balik kesuksesan dalam konteks fisik material mencuat
setumpuk fenomena dehumanisasi berupa kemiskinan yang sangat memprihatinkan. Pada saat yang
bersamaan terjadi pula peningkatan dalam ketimpangan distribusi pendapatan
antara kelompok kaya dan miskin. Kemiskinan kian menjadi masalah serius karena adanya
kecenderungan negara
berkembang mengutamakan program pembangunan ekonomi yang berskala makro, tanpa
memerhatikan kondisi riil secara menyeluruh di daerah pedesaan secara
mikro.
Berbagai pendekatan telah banyak digunakan pemerintah untuk menanggulangi
dan mengurangi angka kemiskinan diantaranya pendekatan kebutuhan dasar (basic
needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach)
dan pendekatan objective and subjective. Badan Pusat Statistik misalnya
menggunakan
pendekatan kebutuhan
dasar (basic needs approach) dengan
memandang
kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar pangan dan bukan pangan diukur dari sisi pengeluaran yang disebut
garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty tresshold). Garis
kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk
dapat membayar kebutuhan makanan senilai 2.100 kilo kalori per orang per hari
dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Berdasarkan
ketentuan tersebut, BPS mengeluarkan data makro yang dihitung berdasarkan data sampel,
sehingga hasilnya sebetulnya bersifat prediktif. Oleh karena data makro tidak
cukup memberikan gambaran tentang kondisi kemiskinan, maka selanjutnya BPS
mengeluarkan data mikro. Data mikro kemiskinan adalah data yang digunakan
untuk pemberian bantuan sosial yang
dihasilkan melalui survey Pendataan Sosial Ekonomi tahun 2005 (PSE-05) dan
telah diupdate dengan Survey
Pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2008 (PPLS-08). Survey PSE-05 dan
PPLS-08 mengidentifikasi keluarga miskin sampai pada identitas kepala rumah
tangga (by name) dan alamat tempat
tinggalnya (by address).
Dalam konteks penanggulangan kemiskinan, aneka ragam program pun telah dilakukan
pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan, antara lain melalui Kredit
Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Usaha Kecil
(KUK), Kredit Usaha Tani (KUT), Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pembinaan
dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan
Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) mandiri pedesaan, program bantuan beras untuk keluarga miskin (Raskin), block grant, bantuan dana bagi gabungan kelompok tani (Gapoktan),
dan bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Namun, program-program tersebut belum juga mampu mengatasi kemiskinan secara
menyeluruh dan permanen. Dengan
demikian, dalam mengatasi masalah kemiskinan bukan hanya ditentukan oleh
banyaknya konsep dan pendekatan yang digunakan, namun yang paling penting
adalah mengetahui berbagai faktor penyebabnya, sehingga pendekatan dan program
yang implementasikan tepat sasaran.
Kabupaten Buton Utara merupakan salah satu daerah di Sulawesi Tenggara yang
memiliki angka kemiskinan tinggi. Pasalnya, persentase rumah tangga miskin
penerima bantuan beras miskin (Raskin) sebagai salah satu indikator pemenuhan
kebutuhan dasar sangatlah tinggi. Sebanyak 8.390 rumah tangga
penerima Raskin (Bulog, 2011) dari 11.613 jumlah
rumah tangga di Buton Utara (Kabupaten Buton Utara dalam Angka, 2011). Data ini
menunjukkan bahwa terdapat
72,24 persen rumah tangga di
Kabupaten Buton Utara termasuk dalam kategori rumah tangga miskin. Atas dasar pemikiran
inilah dipandang perlu dilakukan kajian ilmiah untuk mengetahui berbagai akar-akar kemiskinan sebagai penyebab
kemiskinan sebagian besar rumah tangga miskin di Kabupaten Buton Utara.
B.
Metode
Penelitian
Untuk memberikan gambaran tentang pilar-pilar kemiskinan pada rumah tangga
miskin pedesaan khususnya di Kabupaten Buton Utara digunakan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif dengan mengikuti pola dominant-less dominant design (Creswell, 1994). Pendekatan gabungan
ini dimaksudkan untuk mendapatkan analisis secara komprehensif, holistik, dan
mendalam. Karena itu selain unit analisis berupa informan juga digunakan sampel
rumah tangga sebanyak 419 yang ditetapkan sebesar 5% dengan menggunakan teknik proportional random sampling. Dengan
demikian analisis data yang utama menggunakan deskriptif kualitatif interpretatif
dan didukung oleh analisis kuantitatif melalui uji statistik berupa regresi
berganda untuk mendapatkan signifikansi berbagai faktor penyebab kemiskinan di
pedesaan.
C.
Hasil dan
Pembahasan
Masalah kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks, bahkan terkadang
dalam menjelaskan faktor penyebabnya dapat membingungkan dan cenderung
terputar-putar bagaikan lingkaran setan (vicious circle). Seringkali kita dengarkan pandangan
bahwa kemiskinan disebabkan
oleh terlalu banyaknya anggota keluarga atau karena rendahnya produktivitas
usahanya atau kombinasi keduanya. Bahkan tidak jarang kita mendengar beberapa pertanyaan “mengapa
miskin?” salah satu jawabannya “karena tidak sekolah, sehingga tidak bisa
bekerja”, kemudian “mengapa tidak sekolah?”
jawabannya akan kembali ke atas yaitu “karena miskin”. Kondisi yang
demikian ini oleh Chambers (1983) disebutnya sebagai deprivation trap atau jebakan kemiskinan. Hasil penelitiannya pada
orang miskin di Asia Selatan dan Tenggara serta Afrika menyimpulkan bahwa jebakan
kemiskinan terdiri atas lima unsur ketidakberuntungan yang melilit kehidupan
keluarga miskin. Pertama, kemiskinan itu sendiri. Kedua, kelemahan fisik.
Ketiga, keterasingan. Keempat, kerentanan. Kelima, ketidakberdayaan. Tampaknya,
Chambers menekankan pada upaya perlunya kita terfokus kepada dua jenis
ketidakberuntungan yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan, karena kedua hal
inilah yang menjadi biang keladi kemiskinan.
Selain itu, Todaro (2003) memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan
keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga
komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat,
faktor tersebut adalah rendahnya taraf hidup; rendahnya rasa percaya diri dan;
terbatasnya kebebasan. Ketiga aspek tersebut memiliki hubungan secara timbal
balik balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya produktivitas tenaga
kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya
pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran, dan rendahnya investasi
per kapita.
Secara substantif, pandangan atas kemiskinan yang berkembang di Indonesia
tampak dalam dua bentuk, yakni dalam pandangan pakar dan LSM serta dalam
pandangan pejabat. Bagi kaum pakar dan kalangan aktivis LSM bahwa kemiskinan
terjadi sebagai akibat dari campur tangan yang terlalu luas dari negara
terhadap kehidupan masyarakat, terutama pada masyarakat perdesaan. Menurutnya,
orang miskin mampu membangun diri mereka sendiri, jika pemerintah mau memberi
kebebasan untuk mengatur diri mereka sendiri. Sementara dalam lensa pandang
pejabat bahwa kemiskinan itu bersumber dari masalah budaya, sehingga orang
menjadi miskin karena faktor etos kerja yang lemah, tidak memiliki jiwa
wiraswasta dan berpendidikan rendah. Namun demikian, menurut Soetrisno (1997)
bahwa kedua pandangan tersebut masih merupakan kategori pandangan dari luar.
Keduanya belum berupaya memahami inti dari masalah kemiskinan dari pandangan
kelompok miskin itu sendiri.
Fenomena yang demikian itu menujunjukkan bahwa penyebab kemiskinan tidak
dapat dipandang sama atau “dipukul rata” pada seluruh daerah. Dengan demikian,
agar program penanggulangan kemiskinan dapat menyentuh substansi kemiskinan di
setiap daerah, maka dilakukan pengkajian intensif, mendalam, dan komprehensif
melalui proses penelitian ilmiah, sehingga dapat diperoleh penyebab kemiskinan
yang hakiki. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kondisi
subjektif mengenai penyebab kemiskinan di Kabupaten Buton Utara. Kondisi
subjektif yang dimaksud yaitu suatu gambaran kemiskinan yang diperoleh
berdasarkan jeritan dan isak tangis dari masyarakat yang bersangkutan. Secara
metodologis, prosedur ini disebut sebagai emic
perspective, yaitu suatu pendekatan “ke dalam” untuk memahami suatu masalah
sosial yang sedang terjadi berdasarkan sudut pandang masyarakat yang
bersangkutan. Berdasarkan pendekatan tersebut diperoleh kenyataan bahwa
kemiskinan bukanlah sesuatu yang terwujud sendiri, terlepas dari aspek-aspek
lainnya, tetapi terwujud sebagai hasil interaksi antara berbagai aspek yang ada
dalam kehidupan manusia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan di Kabupaten Buton Utara
disebabkan oleh enam faktor, yakni: keterbatasan pengetahuan, keterbatasan
modal usaha, kurang memadainya lapangan kerja, kurangnya perhatian pemerintah,
ketergantungan pada alam, dan pola hidup konsumtif. Berdasarkan analisis
regresi berganda (multiple regression)
dengan menggunakan software SPSS versi 16,0 menunjukkan angka koefisien
korelasi R sebesar 0,968. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan langsung
antara variabel keterbatasan pengetahuan, keterbatasan modal usaha, kurang
memadainya lapangan kerja, kurangnya perhatian pemerintah, ketergantungan pada
alam, dan pola hidup konsumtif dengan masalah kemiskinan, yakni sebesar 96,8%. Secara
statistika angka tersebut tergolong sangat kuat karena nilainya mendekati angka
1, yakni tepatnya berada diantara 0,80 – 1,00 (Sugiyono, 2006). Sementara nilai
R Square sebesar 0,937. Hal ini berarti
bahwa 93,7 persen masalah kemiskinan dapat dijelaskan penyebabnya dari keenam
variabel independen tersebut, sedangkan sisanya sebesar 6,3 persen dijelaskan
oleh variabel lain di luar model ini.Untuk lebih jelasnya keenam faktor sebagai
pilar kemiskinan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Penyebab kemiskinan di Kabupaten Buton Utara
No.
|
Faktor
Penyebab
|
Jumlah
(RTM)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
4
5
6
|
Keterbatasan pengetahuan
Keterbatasan modal usaha
Kurang potensialnya jenis pekerjaan
Kurangnya perhatian pemerintah
Ketergantungan pada alam
Pola hidup konsumtif
|
88
228
22
37
21
23
|
21,00
54,42
5,25
8,83
5,01
5,49
|
Jumlah
|
419
|
100,00
|
Sumber: Kuesioner (diolah)
Keenam pilar penyebab kemiskinan di atas pada dasarnya dikategorikan ke
dalam dua faktor utama, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang dimaksudkan yaitu penyebab kemiskinan yang berasal dari Rumah
Tangga Miskin yang meliputi empat faktor, yakni keterbatasan pengetahuan,
keterbatasan modal usaha, kurang potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki,
dan pola hidup konsumtif. Sedangkan faktor eksternal yang dimaksudkan yaitu
faktor atau penyebab kemiskinan bukan berasal dari dalam diri rumah tangga miskin,
melainkan berasal dari luar yang tidak mampu diintervensinya, atau sebuah
kondisi pemiskinan di luar kendali rumah tangga miskin yang meliputi dua faktor
yakni kurangnya perhatian pemerintah dan ketergantungan pada alam.
1.
Faktor
internal
a.
Keterbatasan
pengetahuan
Keberhasilan
kegiatan pembangunan tidak hanya memerlukan dukungan investasi modal fisik semata,
melainkan juga sumber
daya manusia.
Tanpa adanya dukungan sumber daya manusia yang memadai,
akan terjadi ketidakmampuan dalam menjalankan investasi di berbagai sektor
perekonomian dan sebagai akibatnya pertumbuhan ekonomi tidak akan dapat dicapai
secara berkelanjutan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap daerah, dimana keberhasilan pembangunan dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan penduduknya. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu
kebutuhan dasar (basic need)
bagi
masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf kehidupannya.
Profil pendidikan responden menunjukkan sebagian
besar rumah tangga miskin di Kabupaten Buton Utara hanya menamatkan pendidikannya
pada tingkat sekolah dasar (72,32 persen) dan yang tidak tamat sekolah dasar
sebesar 16,23 persen dari seluruh kepala rumah tangga miskin. Hal ini berarti bahwa
hampir mencapai 90 persen rumah tangga miskin adalah pekerja yang tidak
mempunyai keahlian secara formal (unskilled-laborers).
Persentase rendahnya tingkat pendidikan tersebut tampaknya sangat berpengaruh
secara signifikan terhadap kemiskinan di Kabupaten Buton Utara pada umumnya dan
kaum petani dan nelayan pada khususnya. Masyarakat petani di Kabupaten Buton
Utara sedang menghadapi kesulitan menangani masalah hama dan penyakit yang
sering menyerang tanaman mereka. Petani saat ini sedang gamang menyelesaikan
problematika yang kini menyerang usaha tani yang sedang dibudidayakannya.
Disinilah pentingnya seorang petani memiliki pengetahuan baik secara formal
maupun informal untuk menanggulangi berbagai hal yang mengganggu tanaman
mereka.
Secara
keseluruhan tampaknya kelemahan petani sebagai faktor penyebab kemiskinan
mereka berkaitan dengan metode bertani. Petani tradisional kurang memiliki
penguasaan metode bertani. Kelemahan ini berkaitan dengan kurangnya pendidikan
atau training yang dimiliki. Pada umumnya rumah tangga miskin yang
berprofesi sebagai petani memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Untuk
itu disinilah diharapkan fungsi penyuluh pertanian di lapangan agar dapat
menguatkan aspek pengetahuan petani. Karena itu, ke depan aspek peningkatkan
kemampuan adopsi dan intervensi teknologi ke proses pertanian petani harus ditingkatkan
melalui berbagai regulasi. Seperti memudahkan akses petani ke teknologi, memberikan
subsidi alat-alat pertanian dan mengadakan paket-paket training secara priodik
dan terarah yang langsung berdampak pada peningkatan kapasitas produksi bagi
petani.
Kemiskinan
akibat keterbatasan pengetahuan bukan hanya merasuki kalangan petani kecil di
Kabupaten Buton Utara, tetapi juga mewabah hingga berlabuh di wilayah pesisir
yang mayoritas dihuni kaum pelaut yang lebih akrab dikenal dengan sebutan
nelayan. Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern,
kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil
tangkapannya juga sangat rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus
dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini
teknologi di bidang penangkapan dan pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami
proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain disebabkan oleh
bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi
pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan tradisional hanya menggunakan
cara yang sangat sederhana untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya
disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengusaaan nelayan terhadap
teknologi.
b.
Keterbatasan
modal usaha
Salah satu ciri dari kemiskinan yang sudah lama dikenali
para ahli adalah kehausan rumah tangga miskin khususnya di peredesaan dan
pesisir terhadap kredit berbunga lunak. Tetapi, ini bukan berarti setiap
pemberian bantuan modal usaha berbunga lunak kepada rumah tangga miskin selalu
berfungsi efektif. Pelaksanaan pemberian kredit secara efektif mengalami
beberapa hambatan, diantaranya karena amat beragamnya kelompok sasaran yang
hendak dijangkau, dan kesukaran mengkompromikan kriteria efisiensi dan
efektivitas kredit. Selain itu, kendala lainnya disebabkan oleh kurangnya akses
warga miskin atas lembaga keuangan yang ada di sekitarnya, dan yang tidak kalah
pentingnya adalah tidak adanya barang jaminan yang dimiliki warga miskin yang
dapat dijadikan sebagai agunan pada suatu lembaga keuangan. Karena itu Yunus
(2007) berpandangan bahwa untuk menanggulangi kemiskinan, kaum miskin perlu
diberi kesempatan dan kepercayaan untuk mendapatkan pinjaman. Hanya saja mereka
sulit berhubungan dengan bank, karena tidak memiliki agunan.
Bagi rumah tangga miskin, kredit merupakan sarana untuk
menciptakan pendapatan melalui bekerja dan berusaha berdasarkan potensi sumber
daya manusia yang dimiliki dan potensi lingkungan ekonomi dimana ia berada.
Kredit yang tepat, murah, dan mudah yang dikelola berdasarkan adat dan budaya
setempat merupakan salah satu sarana penting yang amat membantu melancarkan
kegiatan perekonomian. Ringkasnya, fungsi kredit adalah untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin, khususnya yang tergolong miskin
dan mendekati miskin (near poor).
c.
Kurang
potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki
Keterbatasan pengetahuan menyebabkan rumah tangga
miskin melakoni jenis pekerjaan yang relatif kurang potensial. Keterbatasan
mengakses lapangan pekerjaan yang
menjanjikan serta banyaknya masyakarakat yang bekerja pada lapangan kerja
yang kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan sehingga mereka
tergolong miskin atau tergolong pada pekerja yang rentan jatuh di bawah garis
kemiskinan (near poor). Pada umumnya informasi yang diperoleh sangat jelas menunjukkan bahwa rumah tangga miskin
cenderung tidak memiliki pekerjaan tetap, namun tidak juga dapat dikategorikan
tidak bekerja atau pengangguran terbuka karena dari sisi jam kerja melebihi jam
kerja normal (35 jam/minggu). Hanya saja, jika dikaji dari sisi kemampuan
produktivitas dengan kaitannya dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar tampaknya
masih menemui kendala. Karena itu perlu ada jenis pekerjaan yang lebih
menjanjikan bagi rumah tangga miskin. Pada umumnya rumah
tangga miskin bekerja apa saja dalam kurun waktu yang singkat demi memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, entah mau menjadi buruh bangunan, buruh tani,
maupun tukang ojek.
Disinilah peran stakeholders untuk menggerakkan
sektor-sektor ekonomi yang menjadi potensi lokal. Di sektor perikanan dapat
diupayakan jenis pekerjaan baru berupa pengolahan ikan menjadi abon, mengolahan
kulit kerang menjadi hiasan yang bernilai tambah, usaha rumput laut, dan tentu
masih banyak lagi jenis yang dapat dikembangkan. Di sektor pertanian misalnya
dapat diupayakan pengolahan VCO (virgin
coconut oil), pembuatan sapu dari sabuk kelapa, dan berbagai jenis
pekerjaan lainnya yang membutuhkan ketrampilan. Untuk menggerakkan potensi ini,
maka tidak dapat dilepaskan dengan tingkat pengetahuan masyarakat, penyediaan
modal dasar, dan penguatan kelembagaan.
d.
Pola hidup
konsumtif
Streotipe malas oleh
berbagai pihak sering dianggap menjadi penyebab kemiskian nelayan. Namun dalam
kenyataannya kultur nelayan jika dicermati secara mendalam justru memiliki etos
kerja yang handal. Mereka pergi subuh pulang siang, bahkan pada masa tertentu
nelayan terpaksa harus beberapa hari di laut dan menjual ikan hasil tangkapan
di laut melalui para tengkulak yang menemui mereka di tengah laut, kemudian
menyempatkan waktu pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring. Dengan
demikian, tidak pantas jika kita mengatakan nelayan pemalas, karena jika
dilihat dari daur hidup nelayan yang selalu bekerja keras. Namun ternyata
kendalanya adalah terletak pada pola hidup konsumtif. Pola hidup konsumtif
menjadi masalah laten pada masyarakat nelayan, dimana pada saat penghasilan
banyak, tidak ditabung untuk persiapan paceklik, melainkan dijadikan kesempatan
untuk membeli kebutuhan sekunder. Namun ketika musim paceklik datang, pada
akhirnya mereka berhutang, termasuk kepada lintah darat, yang justru semakin
memperberat kondisinya.
Dengan demikian,
masalah pola hidup di sini memiliki dua makna, yakni pola hidup konsumtif, dan
pola hidup dalam pengertian masyarakat kurang tanggap membaca situasi ke depan
untuk mengantisipasi selang waktu dimana saatnya tidak melakukan produksi. Hal
demikian senada dengan pandangan Antropolog Oscar Lewis (1988), mengungkapkan bahwa masalah
kemiskinan bukanlah masalah ekonomi, bukan pula masalah ketergantungan
antarnegara atau masalah pertentangan kelas. Memang hal-hal tersebut merupakan
penyebab kemiskinan itu sendiri tetapi menurutnya, kemiskinan itu sendiri adalah budaya atau
sebuah cara hidup.
2.
Faktor
eksternal
a.
Kurangnya
perhatian pemerintah
Selain masalah keterbatasan pengetahuan, modal usaha, dan
lapangan pekerjaan, kemiskinan pedesaan khususnya kalangan petani Buton Utara
juga disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana pertanian. Kondisi wilayah
yang cukup memprihatinkan karena masih adanya sistem pertanian sawah tadah
hujan. Tentu saja kondisi yang demikian ini membuat kaum petani sangat
tergantung pada alam, karena pengolahan sawah hanya dilakukan pada satu kali
musim saja. Jika demikian, apakah kemiskinan yang diderita kaum papa ini
disebut kemiskinan alamiah atau kemiskinan struktural?
Secara sepintas dapat saja kita katakan hal itu sebagai
kemiskinan alamiah karena kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alam. Akan
tetapi, analisa yang demikian itu sangatlah dangkal. Tidak dapat dipungkiri
bahwa manusia tetap dipengaruhi oleh alam, namun tidak sepenuhnya seperti itu.
Dengan kemampuan teknologinya manusiapun mampu mengendalikan lingkungan
alamnya. Hanya saja pada kondisi yang demikian ini, pemerintah kurang tanggap
menyikapi rintihan kaum papa pedesaan sehingga mereka dibiarkan tidak menikmati
sistem irigasi yang memadai. Artinya, pemerintah melalui kebijakannya dapat
mengeluarkan petani dari masalah yang kini selalu membuntutinya. Dengan
demikian, kemiskinan yang terjadi sangatlah terang benderang disebabkan oleh
struktur yang tidak pro poor. Pada
umumnya informan memberikan keterangan bahwa tampaknya kemiskinan yang kian
dideritanya secara sepintas lalu dapat dikatakan kemiskinan alami, namun juga
didalami, maka ternyata ditemukan modus kurangnya perhatian pemerintah.
Memang secara sekilas dari keluhan warga tersebut tidak
ada kaitannya dengan perhatian pemerintah, tampak terasa hanya merupakan
pernyataan skeptis atas kondisi alam yang kurang mendukung. Akan tetapi, jika
dielaborasi lebih jauh dari keluhan rumah tangga miskin pada dasarnya
dialamatkan kepada pemerintah, karena pemerintahlah yang mampu memberikan
uluran tangan menyelesaikan masalah kondisi persawahan yang masih dikelola
secara sangat tradisional karena masih bersifat tadah hujan. Padahal,
intervensi pemerintah berupa kebijakan pembangunan sarana pertanian sudah
menjadi kewajiban. Dengan demikian, disimpulkan pada bagian ini bahwa
ketidakberdayaan masyarakat menghadapi kesulitan pengolahan lahan pertanian
mereka disebabkan kurangnya perhatian pemerintah dalam menanggulangi masalah yang
sedang dialami oleh kaum papah di pedesaan. Realitas demikian ini
sejalan dengan pandangan Yunus (2007) bahwa kemiskinan itu akibat kesalahan
pembuat kebijakan dan keputusan dalam pembangunan negara yang tidak menyentuh
kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan
manusia.
b.
Ketergantungan
pada alam
Rumah tangga miskin sangat rentan terhadap perubahan pola
pemanfaatan sumber daya alam dan perubahan lingkungan. Rumah tangga miskin yang
tinggal di daerah perdesaan dan kawasan pesisir sangat tergantung pada
sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan. Nelayan merupakan kelompok
masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas
menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya. Mereka umumnya hidup di
kawasan pesisir pantai dan sangat dipengaruhi kondisi alam terutama angin,
gelombang, dan arus laut, sehingga aktivitas penangkapan ikan tidak berlangsung
sepanjang tahun. Pada periode waktu tertentu nelayan tidak melaut karena angin
kencang, gelombang besar, dan arus laut yang kuat. Kondisi alam ini kerapkali
disebut musim paceklik yaitu suatu musim dimana nelayan tidak beraktivitas sama
sekali. Rintihan para nelayan dalam menghadapi ketergantungan pada alam
bersahut-sahutan dilontarkan ketika peneliti menemui para nelayan yang
kebetulan sedang beristrahat di sekitar rumah mereka.
Hasil wawancara yang
dilakukan memberikan gambaran betapa kompleksnya permasalahan kemiskinan
masyarakat nelayan. Kemiskinan terjadi disebabkan masyarakat nelayan hidup
dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian (uncertainty) dalam menjalankan usahanya.
Musim paceklik yang selalu datang tiap tahunnya dan lamanya pun tidak dapat
dipastikan akan semakin membuat masyarakat nelayan terus berada dalam lingkaran
setan kemiskinan (vicious circle)
setiap tahunnya. Tidak ada yang dapat dilakukan dalam menghadapi kondisi alam,
karena alam tidak akan mampu dilawan. Hal yang mungkin dilakukan dalam
menghadapinya adalah perlunya masyarakat nelayan memiliki penguasaaan aspek
informasi dalam hal cuaca dan lokasi.
Gambaran penyebab kemiskinan di Kabupaten Buton Utara
sebagaimana temuan lapangan tampaknya sejalan dengan uraian yang dikemukakan
oleh Kartasasmita (1996). Menurutnya bahwa kondisi kemiskinan dapat disebabkan
oleh sekurangnya empat penyebab. Pertama, rendahnya taraf pendidikan. Taraf
pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan
menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Dalam bersaing untuk
mendapatkan lapangan kerja untuk saat ini serendah-rendahnya diperlukan ijasah
SMU sedangkan kebanyakan rumah tangga miskin adalah lulusan SD atau SLTP.
Kedua, rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan
gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya fikir, dan
prakarsa. Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Selama ada lapangan kerja atau
kegiatan usaha, selama itu pula harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.
Keempat, kondisi keterisolasian, banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak
berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit
atau tidak dapak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan, dan
gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa kemiskinan tidak dapat didefinisikan dengan sangat sederhana,
karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material
semata, melainkan juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia yang
lain. Karenanya, kemiskinan hanya dapat ditanggulangi apabila dimensi-dimensi
lain itu diperhitungkan.
D.
Simpulan dan
Saran
1.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana yang diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa rumah tangga miskin pedesaan khususnya di Kabupaten Buton
Utara terperangkap oleh struktur dan kultur yang ada. Artinya bahwa selain
ketidakmampuan masyarakat miskin mengeluarkan dirinya dari masalah kemiskinan,
juga diperparah oleh kondisi kemiskinan struktural. Secara spesifik, kemiskinan
di Kabupaten Buton Utara disebabkan oleh enam faktor yakni terbatasnya
pengetahuan, terbatasnya modal usaha, kurang memadainya lapangan kerja,
kurangnya perhatian pemerintah, ketergantungan pada alam, dan pola hidup konsumtif.
2. Saran
Perlu adanya upaya orisinil yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
rangka menanggulangi masalah kemiskinan karena program yang selama ini berjalan
masih bersifat terpusat atau merupakan program nasional dan program pemerintah
provinsi. Meskipun telah ada program yang masih terpusat, namun belum
sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat miskin yang ada di Kabupaten Buton Utara.
DAFTAR PUSTAKA
BPS.
2011. Kabupaten Buton Utara Dalam Angka.
Bulog.
2011. Data Rumah Tangga Miskin Penerima
Raskin. Bulog Sulawesi Tenggara.
Chambers, Robert. 1983. Pembangunan Desa
Mulai Dari Belakang. LP3ES, Jakarta.
Creswell, John W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Sage
Publications, London.
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES, Jakarta.
Lewis,
Oscar. 1988. Kisah Lima Keluarga. Yayasan
Obor Indonesia,
Jakarta.
Soetrisno, Loekman. 1997. Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan.
Kanisius, Yogyakarta.
Sugiyono. 2006. Statistika Untuk
Penelitian. Alfabeta, Bandung.
Todaro,
Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta.
Yunus,
Muhammad dan Jolis, Alan. 2007. Bank Kaum
Miskin: Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan. Terjemahan:
Irfan Nasution, Pengantar: Robert MZ. Lawang. Marjin Kiri, Depok.
Materinya bagus. Silahkan kunjungi blog duobos,blog ini sharinh seputar tutorial, info, info unik, informasi penting lainya,blogger, page one, wapper, website, blog, tips dam trik, adsense, dan lainnya yang penting dan sangat bermanfaat di Duobos.blogspot.com
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
HapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Kabar baik Allah yang Maha Kuasa telah begitu setia kepada saya dan seluruh keluarga saya untuk menggunakan perusahaan pinjaman ibu Emily untuk mengubah situasi keuangan hidup saya untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih stabil sehingga sekarang saya memiliki bisnis sendiri di kotaNama saya Nur Khomariyah dari kota Sidoarjo, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu. Emily karena membantu saya dengan pinjaman yang baik setelah saya menderita di tangan pemberi pinjaman palsu yang menipu saya karena uang saya tanpa menawarkan saya pinjaman, saya memerlukan pinjaman selama 2 tahun terakhir untuk memulai bisnis saya sendiri di kota Sidoarjo tempat saya tinggal dan saya jatuh ke tangan perusahaan palsu di India yang telah menipu saya dan tidak menawarkan pinjaman kepada saya dan saya sangat frustrasi karena saya kehilangan semua uang saya ke perusahaan palsu di India, karena saya berutang kepada bank dan teman-teman saya dan saya tidak punya orang untuk dituju, sampai suatu hari teman setia saya menelepon Slamet Raharjo setelah membaca kesaksiannya tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari ibu perusahaan pinjaman Emily, jadi saya harus menghubungi Slamet Raharjo dan dia mengatakan kepada saya dan meyakinkan saya untuk menghubungi ibu emily bahwa dia adalah ibu yang baik dan saya harus memanggil keberanian dan saya menghubungi ibu emily perusahaan dan secara mengejutkan, pinjaman saya diproses dan disetujui dan dalam waktu 2 jam pinjaman saya dipindahkan ke akun saya dan saya sangat terkejut bahwa ini adalah keajaiban dan saya harus bersaksi tentang ibu pekerjaan yang baik Emilyjadi saya akan menyarankan semua orang yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi ibu perusahaan pinjaman Emily melalui email: emilygregloancompany@gmail.com. atau whatsapp +1 (669) 4002627 dan saya meyakinkan Anda bahwa Anda akan bersaksi seperti yang telah saya lakukan dan Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut tentang Mother Emily melalui saya email: nurkhomariyah1989@gmail.com dan Anda masih dapat menghubungi teman saya Nur Syarah yang memperkenalkan saya kepada Ms. Margaret melalui email: slametraharjo211989@gmail.comsemoga Tuhan terus memberkati dan mendukung ibu Emily yang telah mengubah kehidupan finansial saya.
BalasHapusazmp3.club musik download kumpulan song lagu top chart hits pop indonesia dengan mudah free, lagu malaysia populer, musik minang hits, lagu dangdut dan koplo enak mantap, k-pop or j-pop new hits , lagu religi khasidah, muratal quran, hip-hop, reggae musik enak populer, azmp3 tempat download laguberbagai jenis musik atau lagu yang dapat diunduh dengan mudah secara free alias gratis, disana bisa melihat top chart lagu, populer dan hits hanya di azmp3 club
BalasHapusmatikiri k-pop musik tempat download lagu musik k-pop/j-pop terbaru hits, top chart itunes/joox k-pop korean music, download lagu full album korean music k-pop mv music, ost drama korean populer, download lagu boyband korean k-pop, girlband k-pop , mamamoo, blackpink, bts, red velvet, taeyon, snsd, chen exo, hyorin, oh my girl, big bang, shine, twice, winner, txt, exo, izone, super m, seventeen, nct, ikon, nuest hits populer top chart, download lagu di matikiri.club mudah dan lengkap k-pop. download single k-pop and full album k-pop